Runtuhnya
basis legitimasi Rezim Orde Baru 12 Mei 1998 yang lalu mencengangkan cukup
banyak pihak, yaitu munculnya kembali fenomena multi partai yang selama ini
telah terkubur dibwah reruntuhan Orde Lama dan Orde Baru. Ledakan-ledakan
partisipasi rakyat luas dengan cepat mengubah rasa frustasi dan dendam terhadap
rezim Soeharto di seluruh bidang. Kebijakan Presiden Habibie mengubah format
politik Indonesia dari sistem partai dominan kesistem multi partai yang di
ikuti oleh regulasi-regulasi baru seperti Undang-undang No 31 tahun 2002
tentang partai politik. Di satu sisi, ia mendorong kembali semangat politik
yang nyaris padam akibat kebijakan monoloyalitas, deideologisasi, penyeragaman
yang di personifikasi oleh Soeharto. Namun, di sisi lain eforia kebebasan
menyalurkan naluri politik masyarakat juga menumbuhkan persoalan baru yang
cukup tidak diantisipasi oleh banyak kalangan, dalam hal ini memberdayakan masyarakat
sipil yang menjadi kekuatan dalam menciptakan kehidupan ber-Negara dan
bermasyarakat yang demokratis.
Samuel Huntington
(1995), berdalih bahwa demokrasi adalah menjadi isu global yang telah melanda
hampir seluruh plosok Dunia. Fukumaya bersabda Demokrasi menjadi masalah
kemanusiaan sejagad. Demokrasi adalah pilar pradaban. Munafrizal Manan (2005)
bernyanyi, Dalam pasar politik internasional demokrasi telah menjadi ”barang”
politik paling laris. Diskursus demokrasi telah mengglobal dan menyebar ke
pelosok Dunia dengan kecepatan fantastis. Bagaimana Larry Diamond memikirkan
tentang demokrasi yang terkonsolidasi dalam kehidupan sebuah Negara dengan
kekuatan masyarakat madani (civil society)?.
Pada
kenyataan, bagaimanapun, runtuhnya rezim atoriterian terkenal secara
besasar-besaran mengerahkan oposisi demokrasi belum normal. Peralihan demokrasi
semakin luas, namun bahkan dalam hal mengawal dan mengontrol peralihan dan
mufakat, keinginan untuk berdemokrasi, terutama dukungan dari desakan secara
khas berasal dari “kebangkitan masyarakat sipil,”.
Mobilisasi
secara luas masyarakat sipil adalah sumber penting untuk mendesak perubahan
demokrasi. Rakyat menekankan tantanagan mereka pada otokrasi tidak hanya
sekedar perorangan, tetapi seperti
gerakan kelompok dari gereja ortodoks, asosiasi professional, kelompok
perempuan, perserikatan pedagang, organisasi hak asasi, persatuan produsen,
asosiasi kewarganegaraan, dan lain-lain.
Sekarang untuk
memahami perkembangan atau perubahan demokrasi di dunia, sesuatu yang harus di
pelajari adalah masyarakat madani. Namun pembahasan demikian sering dianggap berpotensi
dan berbahaya pada pandangan sesat.
Masyarakat Sipil Atau
Bukan?
Masyarakat
sipil di berdayakan di dunia dengan hidup bermasyarakat terorganisir secara
sukarela, semangat mandiri, staus otonomi diri, yang dibatasi oleh atauran hukum.
ini adalah berbeda dari “masyarakat” yang melibatkan warga secara bersama pada pada
suatu lapisan hkusus untuk mengekspresikan daya kritis mereka, semangat, ide, gunakan
status, dan bertanggung jawab ada pada pejabat. Dengan demikian lepas dari
hidup individu dan keluarga.
Satus
masyarakat madani dengan demikian tidak hanya dibatasi oleh kekuatan status
kecuali otoritas sah bahwa ketika otoritas adalah berlandaskan kepastian hukum.
ketika staus diri tidak patuh pada hukum dan meremehkan otonomi perorangan dan
golongan, masyarakat sipil mungkin masih ada (sekalipun hanya pada bentuk
sementara atau bercampur) ini unsur utama
yang mengoprasikan oleh beberapa ketentuan yang antralain, jauhkan diri dari
kekerasan, dan hormat pluralisme. Ini adalah kondisi dimensi “hukum” yang tidak
dapat di perkecil lagi.
Masyarakat
sipil meliputi satu dari organisasi informal, formal. Yang menggolongkan antara
lain adalah:
- Ekonomi
(Jaringan asosiasi produkti dan komersil)
- Budaya
(religius, kesukuan, komunal, asosiasi yang mempertahankan nilai kolektif,
nilai kepercayaa, dan simbol.
- bidang
pendidikan dan informasi, (hasil yang dipersembahkan dan disebarkan—apakah
untuk menguntungkan atau tidak dari pengetahuan public, ide dan
keterangan).
- ketertarikan
yang mendasar. (didesain untuk menjauhkan atau mempertahankan fungsional
yang umum atau daya tarik dari keterangan anggota mereka, apakah pekerja,
veteran, pensiunan, professional.
- pengembangan.
(kombinasi sumberdaya individu untuk meningkatkan organisasi,
infrastruktur, institusi, dan hidup yang berkualitas dari komunitas).
- berorientasi
emisi. ( gerakan untuk perlindungan lingkungan, hak perempuan, atau
perlindungan konsumen).
- kewarganegaraan.
(mencari pertunjukan yang memihak pada peningkatan system politik dan
perbuatan ini lebih pada hak untuk mengawal hidup berdemokrasi, pendidikan
pemilih dan mobilisasi, upaya antikorupsi, dan seterusnya).
Berdasarkan
kajian di atas masyarakat madani pada dasarnya adalah sebuah komunitas sosial
dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya. Muara dari pada itu adalah
pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat adanya partisipasi nyata
anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum diposisikan sebagai satu-satunya
alat pengendalian dan pengawasan perilaku masyarakat. Dari definisi itu maka
karakteristik masyarakat madani, adalah ditemukannya fenomena, (a)
demokratisasi, (b) partisipasi sosial, dan (c) supremasi hukum dalam
masyarakat.
Fungsi Demokrasi Dari
Masyarakat Sipil
Yang pertama
dasar dari fungsi demokrasi dari masyarakat sipil “status landasan pembatasan
dari kekuatan, status karena masyarakat sipil untuk mengontrol. Dan maka
institusi Negara demokrasi akan efektif bila ada kontrol itu. Fungsi tersebut
memmiliki duan dimensi untuk memonitor dan mengendalikan dari kekuatan Negara
demokrasi, status otoriterian untuk berdemokrasi. Mengerahkan masyarakat sipil
adalah untuk mencegah penyalahgunaan dan mengikis hak kekuasaan rejim yang tidak
demokratis.
Jadi,
masyarakat sipil adalah satu instrument penting mengandung kekuatan dengan
pemerintah demokratis, mereka mencegah potensi peyalahgunaan dan pelanggaran hukum.
bahwasanya, satu masyarakat hukum bersemangat bagi memperkuat dan memelihara
demokrasi di bandingkan dengan masalah lain.
Sehubungan
dengan demokratisasi, menurut Neera Candoke (1995:5-5) Social Society berkaitan
dengan public critical rational discource yang secara ekplisit
mempersyaratkan tumbuhnya demokrasi. Dalam kerangka itu hanya negara yang
demokratis yang menjamin masyarakat madani. Pelaku politik dalam suatu negara
(state) cenderung menyumbat masyarakat sipil, mekanisme demokrasi lah yang
memiliki kekuatan untuk mengkoreksi kecenderungan itu. Sementara itu untuk
tumbuhnya demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran
berpribadi, kesetaraan, dan kemandirian. Syarat-syarat tersebut dalam
konstatasi relatif memiliki linearitas dengan kesediaan untuk menerima dan
memberi secara berimbang. Maka dalam konteks itu, mekanisme demokrasi antar
komponen bangsa, terutama pelaku praktis politik, merupakan bagian yang
terpenting dalam menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut.
Partisipasi
sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik untuk
terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi
bilamana tersedia iklim yang memungkinkan otonomi individu terjaga. Antitesa
dari sebuah masyarakat madani adalah tirani yang memasung secara kultural
maupun struktural kehidupan bangsa. Dan menempatkan cara-cara manipulatif dan
represif sebagai instrumentasi sosialnya. Sehingga masyarakat pada umumnya
tidak memiliki daya yang berarti untuk memulai sebuah perubahan, dan tidak ada
tempat yang cukup luang untuk mengekpresikan partisipasinya dalam proses
perubahan.
Tirani seperti
inilah, berdasarkan catatan sejarah, menjadi simbol-simbol yang dihadapi secara
permanen gerakan masyarakat sipil. Mereka senantiasa berusaha keras
mempertahankan status quo tanpa memperdulikan rasa keadilan yang berkembang
dalam masyarakat. Pada masa Orde Baru cara-cara mobilisasi sosial lebih banyak
dipakai ketimbang partisipasi sosial, sehingga partisipasi masyarakat menjadi
bagian yang hilang di hampir seluruh proses pembangunan yang terjadi. Namun
kemudian terbukti pemasungan partisipasi secara akumulatif berakibat fatal
terhadap keseimbangan sosial politik, masyarakat yang kian cerdas menjadi sulit
ditekan, dan berakhir dengan protes-protes sosial serta pada gilirannya
menurunnya kepercayaan masyarakat kepada sistem yang berlaku. Dengan demikian
jelaslah bahwa partisipasi merupakan karakteristik yang harus ada dalam
masyarakat madani. Demokrasi tanpa adanya partisipasi akan menyebabkan
berlangsungnya demokrasi pura-pura atau pseudo democratic sebagaimana
demokrasi yang dijalankan rezim Orde Baru.
Selai dari pada itu penghargaan terhadap
supremasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan. Al-Qur’an menegaskan
bahwa menegakan keadilan adalah perbuatan yang paling mendekati taqwa (Q.s. Al
Maidah:5-8). Dengan demikian keadilan harus diposisikan secara netral, dalam
artian, tidak ada yang harus dikecualikan untuk memperoleh kebenaran di atas
hukum. Ini bisa terjadi bilamana terdapat komitmen yang kuat diantara komponen
bangsa untuk iklas mengikatkan diri dengan sistem dan mekanisme yang disepakati
bersama. Demokrasi tanpa didukung oleh penghargaan terhadap tegaknya hukum akan
mengarah pada dominasi mayoritas yang pada gilirannya menghilangkan rasa
keadilan bagi kelompok lain yang lebih minoritas. Demikian pula partisipasi
tanpa diimbangi dengan menegakkan hukum akan membentuk masyarakat tanpa kendali
(laissez faire).
Dengan
demikian semakin jelas bahwa masyarakat madani merupakan bentuk sinergitas dari
pengakuan hak-hak untuk mengembangkan demokrasi yang didasari oleh kesiapan dan
pengakuan pada partisipasi rakyat, dimana dalam implentasi kehidupan peran
hukum stategis sebagai alat pengendalian dan pengawasan dalam masyarakat. Namun
timbul pertanyaan sejauh mana kesiapan bangsa Indonesia memasuki masyarakat
seperti itu.
Masyarakat Sipil Fitur
Dari Satu Demokrasi
Tidak semua
masyarakat sipil dan organisasi masyarakat sipil punya potensi yang sama untuk
melaksanakan fungsi demokrasi seperti yang di kutip diatas. Kemampuan mereka
untuk melakukan tergantung kepada beberapa fitur dari struktur dan
karakterinternal mereka.
Satu,
Keprihatinan dari masyarakat sipil dari cara menggolongkan. Kemungkinan untuk
mengembangkan demokrasi meningkatkan pengaruh nyata, status keterarikan
golongan keras atau mencari penggolongan untuk menaklukan atau membohongi kompetitor,
atau tolak kepastian hukum dan wewenang dari Negara demokrasi.
Kedua, fitur
penting dari masyarakat sipil adalah institusionalisasi organisasi. Seperti
partai politik dll, dimana daya kekuatan diorganisr pada satu struktur, akan
dimudahkan jaringan kerjasama. Ketiga, karakter demokkrasi dari masyrakat sipil
itu sendiri derajat kemana ia memasyarakatkan partisipasi kedalam bentuk
demokratis atau tidak demokratis dari perilaku internal. Kalau menggolongkan
organisasi masyarakat sipil adalah untuk berfungsi sebagai “sekolah bebas untuk
demokrasi”, mereka harus berfungsi secara demokratis dari pemilihan pembuatan
keputusan internal mereka.
Keempat.
Masyarakat sipil, dalam masyarakat plural tidak akan menjadi pemecah, demokrasi
akan untung. Beberapa derajat dari pluralisme menurut masyarakat sipil.
pluralisme menolong menggolongkan masyarakat sipil terus hidup, dan di anjurkan
mereka untuk bekerjasama dan merundingkan satu sama lain.
Akhirnya
masyarakat sipil adalah kuat melayani demokrasi yang terbaik. Mengusahaan
kesempatan perorangan untuk berpartisipasi pada asosiasi jaringan informal.
Konsolidasi Demokrasi
Pada
kenyataan, satu pemerataan lebih kuat dan lebih luas tampak terjamin. Faktor
yang mendesak pada konsolidasi demokrasi tidak masyarakat sipil kecuali
institusi politik. konsolidasi adalah dengan nama demokrasi menjadi sangat luas
dan sah antara waraga/rakyat yang tidak mau pecah. Ini melibatkan tingkah laku
dan membuat kelembagaan politik demokrasi. normalisasi ini memerlukan akses
warga,
Institusi
kenegaraan yang kuat diperlukan untuk memenuhi reformasi ekonomi pada kondisi
demokrasi. eksekutif yang kuat baik struktur dan pendukungnya. Badan pembuat
undang-undang mungkin efektif, tapi kadang-kadang menghalangi reformasi, akan
tetapi mereka disusun dengan kuat, pada akhirnya mereka akan melakukan lebih
untuk mendamaikan demokrasi dan reformasi ekonomi dengan menyediakan satu dasar
dukungan kenegaraan dan beberapa yang berarti yang menengahi bantahan dari masyarakat.akhirnya,
otonomi, professional, dan tentang sistem pengadilan terorganisir dengan baik
adalah sangat dibutuhkan untuk mengamankan kepastian hukum.
Penyampai
protes tentang penegakan hukum akan terta, mendidik mereka tidak menhapus nilai
kepentingannya. Masyarakat sipil dapat dan harus mainkan satu peran yang
berpengaruh nyata untuk memperkuat demokrasi.
Diamond hendak
mengatakan bahwa Demokrasi terkonsolidasi adalah Masyarakat madani membutuhkan
institusi sosial, non-pemerintahan, yang independen yang menjadi kekuatan
penyeimbang dari negara. Posisi itu dapat ditempati organisasi masyarakat,
maupun organisasi sosial politik bukan pemenang pemilu, maupun
kekuatan-kekuatan terorganisir lainnya yang ada di masyarakat. Akan tetapi
institusi tersebut selama orde baru relatif dikerdilkan dalam arti lebih sering
berposisi sebagai corong kepentingan kekuasaan ketimbang menjadi kekuatan
swadaya masyarakat.
Hegemoni
kekuasaan demikian kuat sehingga kekuatan ril yang ada di masyarakat demikian
terpuruk. Padahal merekalah yang sebenarnya yang diharapkan menjadi lokomotif
untuk mewujudkan masyarakat madani (demokrasi yang terkonsolidasi). Ada memang
beberapa LSM yang secara konsisten memainkan peranan otonomnya akan tetapi
jumlahnya belum signifikan dengan jumlah rakyat Indonesia yang selain berjumlah
besar juga terfragmentasi secara struktural maupun kultural. Fragmentasi sosial
dan ekonomi seperti itu sangat sulit mewujudkan masyarakat dengan visi
kemandirian yang sama. Padahal untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi
membutuhkan kesamaan visi dan kesadaran independensi yang tinggi. Dengan
demikian boleh jadi masyarakat peradaban yang kita cita-citakan masih
membutuhkan proses yang panjang dan konsisten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar