Kamis, 23 Februari 2012

MEMIKIRKAN ULANG MASYARAKAT SIPIL KE ARAH KONSOLIDASI DEMOKRASI



Runtuhnya basis legitimasi Rezim Orde Baru 12 Mei 1998 yang lalu mencengangkan cukup banyak pihak, yaitu munculnya kembali fenomena multi partai yang selama ini telah terkubur dibwah reruntuhan Orde Lama dan Orde Baru. Ledakan-ledakan partisipasi rakyat luas dengan cepat mengubah rasa frustasi dan dendam terhadap rezim Soeharto di seluruh bidang. Kebijakan Presiden Habibie mengubah format politik Indonesia dari sistem partai dominan kesistem multi partai yang di ikuti oleh regulasi-regulasi baru seperti Undang-undang No 31 tahun 2002 tentang partai politik. Di satu sisi, ia mendorong kembali semangat politik yang nyaris padam akibat kebijakan monoloyalitas, deideologisasi, penyeragaman yang di personifikasi oleh Soeharto. Namun, di sisi lain eforia kebebasan menyalurkan naluri politik masyarakat juga menumbuhkan persoalan baru yang cukup tidak diantisipasi oleh banyak kalangan, dalam hal ini memberdayakan masyarakat sipil yang menjadi kekuatan dalam menciptakan kehidupan ber-Negara dan bermasyarakat yang demokratis.
Samuel Huntington (1995), berdalih bahwa demokrasi adalah menjadi isu global yang telah melanda hampir seluruh plosok Dunia. Fukumaya bersabda Demokrasi menjadi masalah kemanusiaan sejagad. Demokrasi adalah pilar pradaban. Munafrizal Manan (2005) bernyanyi, Dalam pasar politik internasional demokrasi telah menjadi ”barang” politik paling laris. Diskursus demokrasi telah mengglobal dan menyebar ke pelosok Dunia dengan kecepatan fantastis. Bagaimana Larry Diamond memikirkan tentang demokrasi yang terkonsolidasi dalam kehidupan sebuah Negara dengan kekuatan masyarakat madani (civil society)?.
Pada kenyataan, bagaimanapun, runtuhnya rezim atoriterian terkenal secara besasar-besaran mengerahkan oposisi demokrasi belum normal. Peralihan demokrasi semakin luas, namun bahkan dalam hal mengawal dan mengontrol peralihan dan mufakat, keinginan untuk berdemokrasi, terutama dukungan dari desakan secara khas berasal dari “kebangkitan masyarakat sipil,”.
Mobilisasi secara luas masyarakat sipil adalah sumber penting untuk mendesak perubahan demokrasi. Rakyat menekankan tantanagan mereka pada otokrasi tidak hanya sekedar perorangan,  tetapi seperti gerakan kelompok dari gereja ortodoks, asosiasi professional, kelompok perempuan, perserikatan pedagang, organisasi hak asasi, persatuan produsen, asosiasi kewarganegaraan, dan lain-lain.
Sekarang untuk memahami perkembangan atau perubahan demokrasi di dunia, sesuatu yang harus di pelajari adalah masyarakat madani. Namun pembahasan demikian sering dianggap berpotensi dan berbahaya pada pandangan sesat.

Masyarakat Sipil Atau Bukan?
Masyarakat sipil di berdayakan di dunia dengan hidup bermasyarakat terorganisir secara sukarela, semangat mandiri, staus otonomi diri, yang dibatasi oleh atauran hukum. ini adalah berbeda dari “masyarakat” yang melibatkan warga secara bersama pada pada suatu lapisan hkusus untuk mengekspresikan daya kritis mereka, semangat, ide, gunakan status, dan bertanggung jawab ada pada pejabat. Dengan demikian lepas dari hidup individu dan keluarga.
Satus masyarakat madani dengan demikian tidak hanya dibatasi oleh kekuatan status kecuali otoritas sah bahwa ketika otoritas adalah berlandaskan kepastian hukum. ketika staus diri tidak patuh pada hukum dan meremehkan otonomi perorangan dan golongan, masyarakat sipil mungkin masih ada (sekalipun hanya pada bentuk sementara atau bercampur)  ini unsur utama yang mengoprasikan oleh beberapa ketentuan yang antralain, jauhkan diri dari kekerasan, dan hormat pluralisme. Ini adalah kondisi dimensi “hukum” yang tidak dapat di perkecil lagi.
Masyarakat sipil meliputi satu dari organisasi informal, formal. Yang menggolongkan antara lain adalah:
  1. Ekonomi (Jaringan asosiasi produkti dan komersil)
  2. Budaya (religius, kesukuan, komunal, asosiasi yang mempertahankan nilai kolektif, nilai kepercayaa, dan simbol.
  3. bidang pendidikan dan informasi, (hasil yang dipersembahkan dan disebarkan—apakah untuk menguntungkan atau tidak dari pengetahuan public, ide dan keterangan).
  4. ketertarikan yang mendasar. (didesain untuk menjauhkan atau mempertahankan fungsional yang umum atau daya tarik dari keterangan anggota mereka, apakah pekerja, veteran, pensiunan, professional.
  5. pengembangan. (kombinasi sumberdaya individu untuk meningkatkan organisasi, infrastruktur, institusi, dan hidup yang berkualitas dari komunitas).
  6. berorientasi emisi. ( gerakan untuk perlindungan lingkungan, hak perempuan, atau perlindungan konsumen).
  7. kewarganegaraan. (mencari pertunjukan yang memihak pada peningkatan system politik dan perbuatan ini lebih pada hak untuk mengawal hidup berdemokrasi, pendidikan pemilih dan mobilisasi, upaya antikorupsi, dan seterusnya).
Berdasarkan kajian di atas masyarakat madani pada dasarnya adalah sebuah komunitas sosial dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya. Muara dari pada itu adalah pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat adanya partisipasi nyata anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum diposisikan sebagai satu-satunya alat pengendalian dan pengawasan perilaku masyarakat. Dari definisi itu maka karakteristik masyarakat madani, adalah ditemukannya fenomena, (a) demokratisasi, (b) partisipasi sosial, dan (c) supremasi hukum dalam masyarakat.

Fungsi Demokrasi Dari Masyarakat Sipil
Yang pertama dasar dari fungsi demokrasi dari masyarakat sipil “status landasan pembatasan dari kekuatan, status karena masyarakat sipil untuk mengontrol. Dan maka institusi Negara demokrasi akan efektif bila ada kontrol itu. Fungsi tersebut memmiliki duan dimensi untuk memonitor dan mengendalikan dari kekuatan Negara demokrasi, status otoriterian untuk berdemokrasi. Mengerahkan masyarakat sipil adalah untuk mencegah penyalahgunaan dan mengikis hak kekuasaan rejim yang tidak demokratis.
Jadi, masyarakat sipil adalah satu instrument penting mengandung kekuatan dengan pemerintah demokratis, mereka mencegah potensi peyalahgunaan dan pelanggaran hukum. bahwasanya, satu masyarakat hukum bersemangat bagi memperkuat dan memelihara demokrasi di bandingkan dengan masalah lain.
Sehubungan dengan demokratisasi, menurut Neera Candoke (1995:5-5) Social Society berkaitan dengan public critical rational discource yang secara ekplisit mempersyaratkan tumbuhnya demokrasi. Dalam kerangka itu hanya negara yang demokratis yang menjamin masyarakat madani. Pelaku politik dalam suatu negara (state) cenderung menyumbat masyarakat sipil, mekanisme demokrasi lah yang memiliki kekuatan untuk mengkoreksi kecenderungan itu. Sementara itu untuk tumbuhnya demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran berpribadi, kesetaraan, dan kemandirian. Syarat-syarat tersebut dalam konstatasi relatif memiliki linearitas dengan kesediaan untuk menerima dan memberi secara berimbang. Maka dalam konteks itu, mekanisme demokrasi antar komponen bangsa, terutama pelaku praktis politik, merupakan bagian yang terpenting dalam menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut.
Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik untuk terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi bilamana tersedia iklim yang memungkinkan otonomi individu terjaga. Antitesa dari sebuah masyarakat madani adalah tirani yang memasung secara kultural maupun struktural kehidupan bangsa. Dan menempatkan cara-cara manipulatif dan represif sebagai instrumentasi sosialnya. Sehingga masyarakat pada umumnya tidak memiliki daya yang berarti untuk memulai sebuah perubahan, dan tidak ada tempat yang cukup luang untuk mengekpresikan partisipasinya dalam proses perubahan.
Tirani seperti inilah, berdasarkan catatan sejarah, menjadi simbol-simbol yang dihadapi secara permanen gerakan masyarakat sipil. Mereka senantiasa berusaha keras mempertahankan status quo tanpa memperdulikan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat. Pada masa Orde Baru cara-cara mobilisasi sosial lebih banyak dipakai ketimbang partisipasi sosial, sehingga partisipasi masyarakat menjadi bagian yang hilang di hampir seluruh proses pembangunan yang terjadi. Namun kemudian terbukti pemasungan partisipasi secara akumulatif berakibat fatal terhadap keseimbangan sosial politik, masyarakat yang kian cerdas menjadi sulit ditekan, dan berakhir dengan protes-protes sosial serta pada gilirannya menurunnya kepercayaan masyarakat kepada sistem yang berlaku. Dengan demikian jelaslah bahwa partisipasi merupakan karakteristik yang harus ada dalam masyarakat madani. Demokrasi tanpa adanya partisipasi akan menyebabkan berlangsungnya demokrasi pura-pura atau pseudo democratic sebagaimana demokrasi yang dijalankan rezim Orde Baru.
 Selai dari pada itu penghargaan terhadap supremasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan. Al-Qur’an menegaskan bahwa menegakan keadilan adalah perbuatan yang paling mendekati taqwa (Q.s. Al Maidah:5-8). Dengan demikian keadilan harus diposisikan secara netral, dalam artian, tidak ada yang harus dikecualikan untuk memperoleh kebenaran di atas hukum. Ini bisa terjadi bilamana terdapat komitmen yang kuat diantara komponen bangsa untuk iklas mengikatkan diri dengan sistem dan mekanisme yang disepakati bersama. Demokrasi tanpa didukung oleh penghargaan terhadap tegaknya hukum akan mengarah pada dominasi mayoritas yang pada gilirannya menghilangkan rasa keadilan bagi kelompok lain yang lebih minoritas. Demikian pula partisipasi tanpa diimbangi dengan menegakkan hukum akan membentuk masyarakat tanpa kendali (laissez faire).
Dengan demikian semakin jelas bahwa masyarakat madani merupakan bentuk sinergitas dari pengakuan hak-hak untuk mengembangkan demokrasi yang didasari oleh kesiapan dan pengakuan pada partisipasi rakyat, dimana dalam implentasi kehidupan peran hukum stategis sebagai alat pengendalian dan pengawasan dalam masyarakat. Namun timbul pertanyaan sejauh mana kesiapan bangsa Indonesia memasuki masyarakat seperti itu.

Masyarakat Sipil Fitur Dari Satu Demokrasi
Tidak semua masyarakat sipil dan organisasi masyarakat sipil punya potensi yang sama untuk melaksanakan fungsi demokrasi seperti yang di kutip diatas. Kemampuan mereka untuk melakukan tergantung kepada beberapa fitur dari struktur dan karakterinternal mereka.
Satu, Keprihatinan dari masyarakat sipil dari cara menggolongkan. Kemungkinan untuk mengembangkan demokrasi meningkatkan pengaruh nyata, status keterarikan golongan keras atau mencari penggolongan untuk menaklukan atau membohongi kompetitor, atau tolak kepastian hukum dan wewenang dari Negara demokrasi.
Kedua, fitur penting dari masyarakat sipil adalah institusionalisasi organisasi. Seperti partai politik dll, dimana daya kekuatan diorganisr pada satu struktur, akan dimudahkan jaringan kerjasama. Ketiga, karakter demokkrasi dari masyrakat sipil itu sendiri derajat kemana ia memasyarakatkan partisipasi kedalam bentuk demokratis atau tidak demokratis dari perilaku internal. Kalau menggolongkan organisasi masyarakat sipil adalah untuk berfungsi sebagai “sekolah bebas untuk demokrasi”, mereka harus berfungsi secara demokratis dari pemilihan pembuatan keputusan internal mereka.
Keempat. Masyarakat sipil, dalam masyarakat plural tidak akan menjadi pemecah, demokrasi akan untung. Beberapa derajat dari pluralisme menurut masyarakat sipil. pluralisme menolong menggolongkan masyarakat sipil terus hidup, dan di anjurkan mereka untuk bekerjasama dan merundingkan satu sama lain.
Akhirnya masyarakat sipil adalah kuat melayani demokrasi yang terbaik. Mengusahaan kesempatan perorangan untuk berpartisipasi pada asosiasi jaringan informal.

Konsolidasi Demokrasi
Pada kenyataan, satu pemerataan lebih kuat dan lebih luas tampak terjamin. Faktor yang mendesak pada konsolidasi demokrasi tidak masyarakat sipil kecuali institusi politik. konsolidasi adalah dengan nama demokrasi menjadi sangat luas dan sah antara waraga/rakyat yang tidak mau pecah. Ini melibatkan tingkah laku dan membuat kelembagaan politik demokrasi. normalisasi ini memerlukan akses warga,
Institusi kenegaraan yang kuat diperlukan untuk memenuhi reformasi ekonomi pada kondisi demokrasi. eksekutif yang kuat baik struktur dan pendukungnya. Badan pembuat undang-undang mungkin efektif, tapi kadang-kadang menghalangi reformasi, akan tetapi mereka disusun dengan kuat, pada akhirnya mereka akan melakukan lebih untuk mendamaikan demokrasi dan reformasi ekonomi dengan menyediakan satu dasar dukungan kenegaraan dan beberapa yang berarti yang menengahi bantahan dari masyarakat.akhirnya, otonomi, professional, dan tentang sistem pengadilan terorganisir dengan baik adalah sangat dibutuhkan untuk mengamankan kepastian hukum.
Penyampai protes tentang penegakan hukum akan terta, mendidik mereka tidak menhapus nilai kepentingannya. Masyarakat sipil dapat dan harus mainkan satu peran yang berpengaruh nyata untuk memperkuat demokrasi.
Diamond hendak mengatakan bahwa Demokrasi terkonsolidasi adalah Masyarakat madani membutuhkan institusi sosial, non-pemerintahan, yang independen yang menjadi kekuatan penyeimbang dari negara. Posisi itu dapat ditempati organisasi masyarakat, maupun organisasi sosial politik bukan pemenang pemilu, maupun kekuatan-kekuatan terorganisir lainnya yang ada di masyarakat. Akan tetapi institusi tersebut selama orde baru relatif dikerdilkan dalam arti lebih sering berposisi sebagai corong kepentingan kekuasaan ketimbang menjadi kekuatan swadaya masyarakat.
Hegemoni kekuasaan demikian kuat sehingga kekuatan ril yang ada di masyarakat demikian terpuruk. Padahal merekalah yang sebenarnya yang diharapkan menjadi lokomotif untuk mewujudkan masyarakat madani (demokrasi yang terkonsolidasi). Ada memang beberapa LSM yang secara konsisten memainkan peranan otonomnya akan tetapi jumlahnya belum signifikan dengan jumlah rakyat Indonesia yang selain berjumlah besar juga terfragmentasi secara struktural maupun kultural. Fragmentasi sosial dan ekonomi seperti itu sangat sulit mewujudkan masyarakat dengan visi kemandirian yang sama. Padahal untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi membutuhkan kesamaan visi dan kesadaran independensi yang tinggi. Dengan demikian boleh jadi masyarakat peradaban yang kita cita-citakan masih membutuhkan proses yang panjang dan konsisten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar